Selasa, 28 Juni 2011

Cerpen Malang

 "Tak Seindah Senja"

         Matahari belum terbenam, mega merah masih Nampak jelas terlihat di sebelah barat, keindahan suasana sore yang begitu menyejukkan hati. Terasa damai memandangi hamparan laut yang begitu luas, memandangi mentari yang mulai terbenam , seakan ia pun tahu bahwa sudah dekat waktunya untuk ia beristirahat, dan digantikan oleh rembulan hingga pagi tiba. Begitu terasa damai di hati saat-saat seperti ini duduk di pinggir pantai sambil menikmati indahnya alam ciptaan yang maha kuasa, terbawa oleh suasana dan tiba-tiba saja ingatanku beberapa tahun yang lalu ketika aku masih remaja dan duduk di kelas dua SMA, hampir tiap sore aku dan teman sebayaku menghabiskan waktu di pinggir pantai hingga matahari tak lagi menampakan sinarnya.
        Miko, Andri, dan Aku. Kami menikmati Susana sore itu, miko terlihat begitu gembira karena ayahnya baru saja membelikannya sepeda motor , dia mengatakan pada aku dan Andri akan memakai motornya saat pergi ke sekolah . kami mengucapkan selamat dan turut senang pada miko, kebersamaan kita sangat berkesan di pantai saling menasehati dan memberi masukkan yang postif, sambil bersantai hingga tiba waktunyakami harus pulang ke rumah masing-masing yang tak jauh dari pantai tempat favorit kami bertiga. Hayalanku tentang kebersamaan dengan sahabat-sahabatku itu membuatku hampir saja lupa bahwa hari sudah mulai gelap dan aku harus pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, aku melihat ibu sedang memasak untuk makan malam bersama, ibu memang mengundang keluarga yang ada di kota Kendari untuk makan malam di rumah, keluarga dari ibu dan ayahku memang tidak banyak yang menetap di Kendari, sebagian keluarga yang lain ada di Makassar. malampun tiba, seusai makan malam bersama keluaraga, aku, Wina adikku, ayah dan ibu bersantai di ruang keluarga, aku sangat merindukan suasana seperti ini, sudah sangat lama aku tak berkumpul bersama keluarga. Kesibukanku kuliah di Jogjakarta membuat aku sangat rindu akan suasana berkumpul bersama keluarga pada saat-saat usai seusai makan malam seperti ini, aku benar-benar memanfaatkan waktu liburanku untuk bersama keluarga. Asik bercerita dengan ayah, tiba-tiba ibu memotong pembicaraan.
“oh iya nak, kamu tidak ke rumah Andri?”
“rencananya besok bu, sekalian mau servis motor Wina, katanya motornya bermasalah.” Jawabku.
        Menurut cerita ibu, Andri sekarang membuka bengkel motor yang sederhana, sepeninggal ayahnya ia tidak berencana untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Mungkin karena tanggung jawab terhadap keluarga sebagai pengganti ayahnya, dia harus bekerja dan membiayai adik-adiknya yang masih sekolah, setauku adik Andri ada empat semuanya sekolah. Andri anak pertama dan menanggung biaya untuk keluarga dan pendidikan adik-adiknya. Sahabatku yang satu ini sejak kecil sudah belajar mandiri dan bersikap dewasa ketika kita masih remaja dulu. Keluarganya merupakan keluarga yang sederhana. Bahkan kata ibu, ketika ayahnya jatuh sakit pun dia tak terlihat putus asa, hingga ayahnya meninggal dunia ketegaran sangat terlihat di wajahnya. Ia tak pernah menampakkan kesedihannya di hadapan orang lain, semangat Andri tak pernah pudar perhatian dan tanggung jawabnya terhadap keluarga membuat orang-orang sekitar kagum padanya. Aku berkata pada diriku sendiri, “mudah-madahan aku bisa menjadi orang yang bertanggung jawab seperti sahabatku itu.”
        Mendengar apa yang di alami Andri sekrang, aku teringat kembali beberapa tahun yang lalu, ketika itu Andri menasehati Miko yang kabur meninggalkan rumah hanya karena di marah oleh ayahnya. Ayahnya marah padanya karena Miko terlalu banyak main hingga lupa pulang, karena kebiasaan Miko yang di manjakan oleh orang tuanya, jadi meskipan hanya di nasehati sedikit saja, dia menganggap kalau ayahnya tak sayang padanya. Dengan nasehat yang diberikan Andri, Miko pun mau pulang ke rumah bersama keluarganya, dan pada saat aku sedang ada masalah dengan orang lain, Andri selalu memberiku nasehat agar tidak menjadi orang yang memiliki banyak musuh, dan agar menjadi orang yang tidak pernah menyimapn dendam pada orang lain. serta menyelesaikan masalah dengan cara yang baik.
“kak..” suara Wina mengagetkanku dan bayangan masa laluku terputus.
“ada apa de?” menjawab panggilan adikku.
“besok aku ke sekolah naik angkot saja, kan motor mau di bawa ke bengkel,” terdengar suara Wina manja.
        Malam yang dingin aku memakai selimut tebal yang di berikan ibu kepadaku, tidurku begitu pulas dan aku tak ingat lagi mimpi apa aku semalam ketika terbangun dari tidurku,ternyata matahari sudah menembus celah candela kamarku. Terdengar sura ibu yang membangunkanku, setelah mandi dan sarapan, aku menanyakan Wina dan Ayah, kata ibu mereka sudah pergi, Wina ke sekolah, dan Ayah ke kantor. Setelah selesai sarapan aku bergegas membawa motor Wina menuju bengkel milik Andri yang lumayan jauh dari rumahku, sesampainya di sana keringat bercucuran dan nafasku tak beraturan, karena aku menuntun mator Wina dari rumah ke bengkel Andri yang jaraknya kira-kira dua kilo meter. Aku melihat Andri sedang sibuk memperbaiki motor kliennya.
“Wah… kayanya lagi sibuk nih!” berteriak menyapa sahabatku.
“Andi, apa kabar? Kapan datang dari Jogja?” suara Andri dengan ekspresi kaget.
Aku menjawab pertanyaannya dan saling merangkul, sebagaimana sahabat yang lama tidak pernah berjumpa,dan saling menanyakan kabar. Setelah selesai memperbaiki motor salah satu kliennya, Andri pun menyecek keadaan motor Wina yang aku bawa lalu mengotak-atiknya. Entah apa yang ia bongkar, aku sama sekali tak mengerti masalah motor. Setelah beberapa lama ia memperbaiki motor milik adikku ,yang merupakan hadiah dari ayah ketika Wina mendapat juara umum di sekolahnya. Akhirnya motor itupun selesai diperbaiki dan kembali normal seperti biasa. Mudah-mudahan tidak rusak lagi, kasihan Wina selalu mengeluh padaku jika motor kesayangannya itu bermasalah.
       Suasana yang terik, aku masih berada di bengkel Andri, aku menayakan keadaan keluarganya sepeninggal ayahnya. Andri pun bercerita ,dia bekerja keras demi keluarganya dan rela tidak melanjutkan pendidikannya. Aku benar-benar salut terhadap rasa tanggungjawab Andri yan begitu besar terhadap ibu dan adik-adiknya. Karena sedang tidak ada klien kami asik bercerita, mengingatkan aku tentang masa lalu, masa-masa kenakalanku, tiba-tiba saja aku teringat pada Miko yang sampai saat ini aku tidak tahu di mana keberadaanya. Aku menanyakan pada Andri tentang keadaan Miko, karena ketika aku hendak melanjutkan kuliah di Jogjakarta aku tak sempat bertemu dengannya.
Andri pun bercerita bahwa setelah lulus Miko menemuinya dan berpamitan untuk kuliah di Jogjakarta tempat dimana aku kuliah, miko tidak sempat menemuiku karna aku keburu pergi ke Jogja, dan tak sempat menghubungiku. Aku mencari informasi tentang dia , meminta alamatnya, bahkan nomor telefonnya pun aku tak tau, aku meminta nomor telfon Miko pada Andri tapi kita sama-sama tidak tahu, karena nomor telefon Miko sudah ganti. Aku hanya bisa berharap suatu saat Tuhan mempertemukan aku dengannya dalam keadaan baik.Hari sudah semakin siang, aku berpamitan pulang pada Andri dan berjanji akan datang lagi jika umur panjang, ketiak tiba di rumah, Wina sangat senang karena motor kesayangannya sudah bisa ia gunakan lagi.
Liburan bersama keluaraga di tempat dimana aku di lahirkan, sangat aku rindukan selama aku kuliah di tempat yang jauh dari kampung halamanku. Hingga pada akhirnya aku harus kembali ke Jogjakarta untuk mengikuti kuliah. Ayah, ibu, dan Wina mengantarku ke bandara dan melepaskanku kembali ke pulau Jawa untuk kembali menuntut ilmu di sana. Ada perasaan kehilangan keluarga ketika mereka harus berpisah denganku untuk sementara.
Sesampainya di bandara yang ada di Jogja, mendorong koper dan keluar dari bandara hendak menahan taksi, penglihatanku tertuju pada sosok laki-laki muda berpakaian berantakan layaknya preman pasar, dan ornag itu sibuk memerahi anak peminta-minta di pinggir jalan, karena rasa penasaran. Aku mendekati orang itu dengan jarak yang tidak begitu dekat, agar dia tidak curiga kalau aku sedang mempergatiakannya. Semakin dekat dan ketika dia menoleh kepadaku, aku tersentak nkaget, aku hampir tak percaya apakah benar yang kulihat ini, apakah benar dia adalah Miko sahabatku yang ku kenal baik meskipun manja dan bergantung pada orang tuanya yang kaya raya, sahabatku yang minta apa saja tinggal bilang dan langsung di turuti oleh orang tuanya.
“Miko!” aku memnggilnya.
“kau Andi, aku bukan miko, Miko sudah Mati” sura Miko dengan nada yang putus asa.
Berbagai pertanyaan aku lontarkan padanya namun dia tak lagi seperti dulu, cuek dan tak peduli itulah Miko yang sekarang, dia hanya sedikit menceritakan bahwa orang tuanya tak lagi memperdulikannya, mereka hanya sibuk ke luar kota dan tak pernah menanyakan keadaan Miko. Hinga miko merasa dirinya tak berarti, harta yang di berikan ayahnya habis untuk berfoya-foya dan habis. Dia menjadi preman yang menyuruh anak-anak jalanan meminta-minta dan hasinya disetor padanya. Aku sedih melihat keadaanya, aku menasehatinya dan menyuruhnya agar hidup lebih baik, tapi dia menolak.
“Raihlah cita-citamu, sebagai orang yang terpelajar” kalimat yang keluar dari mulut Miko.
Kemudian berlalu meninggalkanku yang masih duduk di pinggir jalan, aku tak bisa melakukan apa-apa lagi seandainya saja Andri ada di sini mungkin saja dia bisa membujuk Miko untuk hidup lebih baik, jangan seperti sekarang ini. Akupun berlalu memanggil taksi dan pulang ke kost-kosanku yang tak jauh dari kampusku.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar